Rangkuman Pekerjaan Sosial, Pekerja Sosial
![]() |
Rangkuman Pekerjaan Sosial, Pekerja Sosial (pixabay) |
RangkumanPekerjaan Sosial, Pekerja Sosial
PekerjaanSosial
Sebagai
sebuah aktivitas profesional, Zastrow (1999:24) mengemukakan bahwa pekerjaan sosial didasari oleh
kerangka pengetahuan (body
of knowledge), kerangka nilai (body of value),
dan kerangka keahlian (body
of skill).
Tan dan Envall
(2000:5) mendefinisikan pekerjaan sosial, sebagai berikut:
Pekerjaan sosial
merupakan cara untuk mendorong pemecahan masalah terkait dengan relasi
kemanusiaan, perubahan sosial, pemberdayaan dan pembebasan manusia, serta
perbaikan masyarakat. Menggunakan teori-teori perilaku manusia dan sistem
sosial, pekerjaan sosial melakukan intervensi pada titik (atau situasi) di mana
orang berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip-prinsip hak asasi manusia dan
keadilan sosial sangat penting bagi pekerjaan sosial.
Menurut O.Connor, et.al
(2003:1):
Social work practice
seeks to promote human well-being and to redress human suffering and injustice.
Practitioners aim to mobilize the force of the individual, community and state
to address the process by which individual and groups are marginalized or
diminished in thei capacity to participate as citizen
Beberapa prinsip pekerjaan sosial, yaitu:
1. Acceptance artinya seorang peksos harus menerima klien apa adanya, memahami
jalan pikiran klien, nilai-nilai klien, berbagai kebutuhan klien dan perasaan
klien;
2. Non-judgemental, artinya seorang peksos tidak boleh berprasangka negatif terhadap
klien, tidak boleh menilai klien dari sisi negatifnya, tapi melihat klien dari
sisi strength based-nya;
3. Individualization, artinya seorang pekerja sosial harus menyikapi dan mengapresiasi
sifat dan tingkah laku klien yang unik. Karena setiap klien yang memiliki
karakter sifat yang berbeda antara klien yang satu dengan klien yang lainnya;
4. Self Determination, adalah memberikan kebebasan
mengambil keputusan oleh klien. Penting bagi klien untuk memilih keputusan yang
tepat menurut dirinya sendiri. Jadi peran pekerja sosial di sini memberikan
pandangan, pendapat serta solusi yang terbaik. Namun klienlah yang memutuskan
apa yang terbaik bagi dirinya;
5. Genuine/congruence, artinya dalam hal ini seorang
peksos harus menjadi dirinya sendiri, tidak menjadi pribadi yang dibuat-buat serta
tidak mementingkan diri pribadi saat melakukan praktik pekerjaan sosial;
6. Mengontrol keterlibatan emosional, berarti peksos mampu bersikap objektif dan netral. Jadi seorang
peksos dalam hal ini harus mengedepankan sikap empati dari sikapsimpatinya,
harus mampu mengontrol diridalam merespons klien, memahami keadaanklien serta memandang
respons klien sebagai hal yang wajar dengan melihat situasi dan kondisi yang
dihadapi klien; dan
7. Kerahasiaan (confidentiality), Peksos harus menjaga
kerahasiaan informasi seputar identitas, isi pembicaraan dengan klien,pendapat
profesional lain atau catatan-catatan kasus mengenai diri klien. Ketujuh
prinsip tersebut merupakan landasan sekaligus batasan pekerjaan sosial dalam
melakukan intervensi dengan kliennya sesuai dengan setting yang ditemukan.
Suharto (2008:114) menyebutkan bahwa ada beberapa setting
pekerjaan
sosial yang dapat diperhatikan dalam memberikan proses pertolongan kepada
klien, yaitu:
1. Keluarga dan pelayanan anak. Kegiatan yang dilakukan
dapat berupa: penguatan keluarga, konseling keluarga, pemeliharaan anak dan
adopsi, perawatan harian, pencegahan penelantaran dan kekerasan dalam rumah tangga.
2. Kesehatan dan rehabilitasi. Kegiatan yang dilakukan
berupa: pendampingan pasiendi rumah sakit, pengembangan kesehatan masyarakat,
kesehatan mental, rehabilitasi vokasional, rehabilitasi pecandu obat dan alkohol,
pendampingan ODHA, Harm
Reduction Programmes.
3. Pengembangan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan
berupa: perencanaan sosial, pengorganisasian masyarakat, revitalisasi ketetanggaan,
perawatan lingkungan hidup, ketahanan sosial, penguatan modal sosial dan ekonomi
kecil.
4. Pelindungan sosial. Kegiatan yang dilakukan berupa:
skema asuransi sosial, bantuan sosial, social
fund, jaring pengaman sosial.
5. Pelayanan kedaruratan. Kegiatan yang dilakukan
berupa: pengorganisasian bantuan, manajemen krisis, informasi dan rujukan,
integrasi pengungsi, pengembangan peringatan dini masyarakat.
6. Pekerjaan sosial sekolah. Kegiatan yang dilakukan
berupa: konseling penyesuaian sekolah, manajemen perilaku pelajar, manajemen tunjangan
biaya pendidikan, pengorganisasian makan siang murid, peningkatan partisipasi keluarga
dan masyarakat dalam pendidikan.
7. Pekerjaan sosial industri. Kegiatan yang dilakukan
berupa: program bantuan pegawai,penanganan stres dan burn-out, penempatan dan relokasi
kerja, perencanaan pensiun, tanggung jawab sosial perusahaan.
Dolgoof dan Feldstein (2007:4) menyatakan bahwa, “Social
welfare is all social interventions intended to enhance or maintain the social
functioning of human beings. Social work is a professional occupation that
delivers social welfare services”.
Pekerja sosial memiliki kode etik saat berpraktik baik dalam
pelayanan sosial kepada individu kelompok, komunitas, maupun masyarakat.
Praktik pekerja sosial meliputi micro (pekerja
sosial melakukan praktik untuk menyelesaikan masalah individu atau perorangan),
mezzo (praktik pekerja sosial menyelesaikan masalah keluarga dan
kelompok kecil lainnya), macro (pekerja
sosial melakukan praktik untuk menyelesaikan masalah kelompok yang lebih besar
dan bekerja sama dengan organisasi atau komunitas untuk membuat perubahan
sosial dan kebijakan sosial).
Peranan Pekerja Sosial
Profesional
Selanjutnya J. Marbun
(2011:154) menguraikan beberapa variabel yang menentukan peranan Peksos
profesional, yaitu:
1. Pendekatan dualistis
dalam pekerjan sosial: perubahan dan pengembangan personal, serta perubahan dan
pengembangan sebagai satu kesatuan.
2. Fungsi-fungsi praktik
pekerjaan sosial yang saling berkaitan: pencegahan dengan mengembangkan
penelitian, analisis, penyusunan dan pengembangan kebijakan, program dan pelayanan
kesejahteraan sosial
2. Sebagai pemungkin (enabler)
Peranan ini sering
digunakan dalam profesi Peksos sebab merupakan konsep awal dari pemberdayaan.
Peksos memfokuskan pada kemampuan, kapasitas, dan kompeten si klien atau
penerima pelayanan untuk menolong dirinya sendiri. Peksos akan mengidentifikasi
tujuan, memfasilitasi untuk berkomunikasi, mengkohesifkan dan mensinergikan
suatu hubungan, serta memberikan peluang untuk pemecahan masalah/menyelesaikan
konflik.
3. Sebagai penengah
(mediator)
Peksos bertindak untuk
mencari kesepakatan, meningkatkan rekonsiliasi berbagai perbedaan, untuk
mencapai kesepakatan yang memuaskan, dan untuk berintervensi pada bagian-bagian
yang sedang konflik, termasuk di dalamnya membicarakan segala persoalan dengan
cara kompromi dan persuasif. Peranan yang dilakukan oleh pekerja sosial adalah
membantu menyelesaikan konflik di antara dua sistem atau lebih, menyelesaikan
pertikaian antara keluarga dan klien/ penerima pelayanan, dan memperoleh
hak-hak korban.
4. Sebagai pembela (advocator)
Istilah advokat (pembela)
memang berasal dari profesi hukum. Tetapi, peranan advokat dalam pekerjaan
sosial berbeda dengan advokat dalam ranah hukum. Advokat pada ranah pekerjaan
sosial dibatasi oleh kepentingan yang timbul dari klien atau penerima pelayanan.
Peksos akan menjadi juru bicara, memaparkan dan berargumentasi tentang masalah
klien atau penerima pelayanan apabila diperlukan, membela kepentingan korban
untuk menjamin sistem sumber, memberikan pelayanan yang dibutuhkan, atau
merubah kebijakan sistem yang tidak responsif terhadap kepentingan korban.
5. Sebagai perunding (conferee)
Peranan ini termasuk di
dalamnya eksplorasi dan pengertian yang jelas tentang masalah, menghubungkan
dan menekankan asesmen yang merupakan satu kesatuan masalah, merancang tujuan
untuk mengurangi tekanan, membuat strategi alternatif yang umum, evaluasi
hasil, implementasi strategi dan terminasi atau pengakhiran pelayanan.
Keterampilan yang diperlukan pada peranan perunding adalah keterampilan umum
yang digunakan dalam praktik pekerjaan sosial seperti keterampilan
mendengarkan, probing, penguatan/refleksi, dan lain-lain.
6. Sebagai pelindung (guardian)
Profesi Peksos dapat
melindungi klien atau penerima pelayanan, dan orang yang berisiko tinggi
terhadap kehidupan sosial. Dengan demikian klien atau penerima pelayanan akan
merasa nyaman untuk mengutarakan masalahnya, melepaskan beban pikirannya, dan
sebagainya.
7. Sebagai fasilitator (facilitator)
Fasilitator bertugas
untuk membantu klien atau penerima pelayanan untuk berpartisipasi,
berkontribusi, terlibat dalam keahlian baru, dan merumuskan kesepatakan yang
telah dicapai bersama (Parson, et al. 1994:12). Peksos memberikan pelayanan
sosial sesuai dengan kebutuhan dan masalah yang dihadapi klien atau penerima
pelayanan. Hal ini bertujuan agar klien atau penerima pelayanan dapat berpikir
dengan baik mengenai apa yang dibutuhkan selama proses intervensi dilakukan.
8. Sebagai inisiator (initiator)
Menurut Zastrow,
inisiator merupakan peranan yang memberikan perhatian pada masalah atau hal-hal
yang berpotensi untuk menjadi masalah (2000:75). Oleh karena itu Peksos yang
berperan sebagai inisiator harus berupaya memberikan perhatian pada isu-isu
yang dialami klien atau penerima pelayanan. Peksos harus mampu menyadarkan
badan/lembaga/ panti sosial dan masyarakat setempat akan masalah dan
kebutuhan-kebutuhan klien atau penerima pelayanan.
9. Sebagai negosiator (negotiator)
Peranan ini banyak
dilakukan pada klien atau penerima pelayanan yang mengalami konflik dan
membutuhkan penyelesaian masalah dengan cara kompromi. Tujuannya agar tercapai
kesepakatan yang menguntungkan antarkedua belah pihak sehingga dapat digunakan
untuk memecahkan masalah yang dihadapi klien atau penerima pelayanan. Namun
demikian, posisi inisiator hanya berada di salah satu pihak yang berkonflik,
berbeda dengan posisi mediator yang harus netral antarkedua belah pihak
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Dolgoff, Ralph &
Feldstein, Donal. 2007. Understanding
Social Welfare: A Search for Social Justice.
Boston: Pearson.
Marbun, J. 2011. Strategi Pekerjaan Sosial dalam Penanganan Masalah Kontemporer. Bagian dari buku “Pekerjaan Sosial di Indonesia: Sejarah dan
Dinamika Perkembangannya.” Yogyakarta: Samudra Biru.
O’Connor, Ian, et.al. 2003. Social Work and Social Care Practice. London: Sage Publication.
Parsons, J. Ruth.,
Jorgensen James D., Hernandez, Santos H. 1994. The Integration of Social Work Practice. Pacific Grove: Broke/Cole.
Sheafor, Bradford W.,
& Horejsi, Charles R. 2003. Techniques
and Guideline for Social Work Practice.
Boston: Allyn & Bacon.
Soelaiman, Holil. 2011. Praktik dan Pendidikan Pekerjaan Sosial (Sejarah dan Masa
Depan).
Bagian dari buku
“Pekerjaan Sosial di Indonesia: Sejarah dan Dinamika Perkembangannya.”
Yogyakarta: Samudra Biru.
Suharto, Edi. 2008. Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik: Peran Pembangunan
Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial dalam Mewujudkan Negara Kesejahteraan
(Welfare State) di Indonesia.
Bandung: CV. Alfabeta.
Tan, Ngoh-Tiong &
Envall, Ellis. 2000. Sosial Work: Challenges
in the New Millenium. Switzerland: IFSW Press.
Zastrow, Charles H. 1999.
The Practice of Social Work. Pacific
Grove: Brooks/Cole.
Internet
Derizon Yazid. Indonesia Kekurangan 155 Ribu Pekerja Sosial http://www.antaranews.com/berita/371827/
indonesia-kekurangan-155-ribu-pekerja-sosial, diakses tanggal 13 Juli 2013.
Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial